Tahun Pertama Prabowo–Gibran Wujudkan Revolusi Desa Lewat Kopdes Merah Putih

Oleh: Aulia Sofyan Harahap

Tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi tonggak bagi lahirnya revolusi desa yang nyata. Melalui program Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih, pemerintah berhasil menghadirkan model pembangunan ekonomi kerakyatan dari akar rumput.

Program tersebut bukan hanya sekadar inisiatif ekonomi saja, tetapi menjadi gerakan besar yang mampu menghidupkan kembali semangat kemandirian desa, memperkuat ketahanan ekonomi nasional, dan memperkecil ketimpangan antara kota dan desa.

Sejak diluncurkan pada 21 Juli 2025, lebih dari 80.000 Kopdes Merah Putih telah berdiri di berbagai penjuru Indonesia. Dalam kurun tiga bulan beroperasi, program tersebut mulai menunjukkan daya saingnya dengan BUMN dan sektor swasta.

Kopdes Merah Putih dirancang sebagai motor penggerak ekonomi rakyat melalui layanan terpadu: gerai sembako dan obat murah, unit simpan pinjam, klinik desa, apotek, cold storage untuk hasil pertanian dan perikanan, serta sistem logistik yang efisien. Langkah tersebut memperpendek rantai distribusi barang dan jasa sehingga harga lebih terjangkau dan keuntungan lebih besar kembali kepada masyarakat desa.

Fungsi Kopdes Merah Putih tidak berhenti pada layanan dasar. Pemerintah menargetkan koperasi desa menjadi offtaker utama hasil produksi masyarakat, dari gabah, sayur, buah-buahan, hingga hasil perikanan.

Dengan begitu, produk desa tidak lagi tergantung pada tengkulak, rentenir, atau platform pinjaman daring ilegal. Pola distribusi yang lebih singkat dan transparan memperkuat posisi tawar petani, nelayan, serta pelaku UMKM desa.

Menteri Koperasi Ferry Juliantono melihat Kopdes Merah Putih sebagai instrumen strategis untuk menaikkan kelas koperasi. Ia mendorong Kopdes memiliki merek kolektif agar produk lokal memiliki identitas hukum yang kuat dan terlindungi.

Menurutnya, banyak produk desa kalah bersaing bukan karena kualitasnya rendah, melainkan karena tidak memiliki payung hukum yang jelas. Pemerintah kini mengarahkan transformasi ekonomi menuju inovasi dan hilirisasi yang memberi nilai tambah pada produk rakyat.

Ferry menilai Kopdes Merah Putih mampu bersaing sejajar dengan BUMN dan swasta jika memiliki merek kolektif yang kuat, terutama untuk komoditas pangan, hasil pertanian, perikanan, kerajinan, serta kuliner lokal.

Ferry juga menegaskan bahwa Kopdes Merah Putih tidak hanya menjadi badan usaha, tetapi juga wadah pemberdayaan rakyat dalam mengelola sumber daya strategis. Pemerintah telah memberikan izin pengelolaan tambang mineral dan batu bara kepada Kopdes sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025.

Selain itu, Kopdes mulai dilibatkan dalam pengelolaan kebun sawit, sumur minyak rakyat, hingga kawasan industri nelayan. Strategi tersebut memperluas cakupan ekonomi desa dari hulu hingga hilir, sekaligus memperkuat posisi rakyat dalam rantai nilai nasional.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menilai pendaftaran merek kolektif memiliki dampak ekonomi jangka panjang. Ia menegaskan, merek kolektif dapat menjadi jaminan untuk memperoleh pembiayaan usaha karena telah diakui sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuka jalan agar HKI dapat dijadikan agunan modal bagi koperasi. Dengan skema tersebut, Kopdes Merah Putih memiliki peluang lebih besar untuk berkembang tanpa ketergantungan pada tengkulak atau pinjaman informal.

Supratman juga memandang langkah percepatan pendaftaran merek kolektif secara terpusat akan mempercepat akselerasi pertumbuhan Kopdes. Dengan jumlah koperasi desa yang sangat besar, pendekatan kolektif menjadi solusi untuk memperluas jangkauan produk Kopdes hingga pasar internasional. Strategi ini memperkuat daya saing global tanpa mengabaikan kearifan lokal.

Kepala Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran) Setjen DPD RI, Sri Sundari, menilai program Kopdes Merah Putih sebagai pengejawantahan prinsip demokrasi ekonomi yang termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945.

Ia menegaskan koperasi merupakan bentuk nyata gotong royong dalam sistem ekonomi Indonesia. Menurutnya, keberhasilan Kopdes Merah Putih bukan hanya soal ekonomi, melainkan juga soal persatuan nasional. Koperasi desa berpotensi menjadi pengikat solidaritas sosial dan memperkuat kohesi masyarakat di tengah tantangan globalisasi.

Sri menambahkan, posisi strategis Kopdes Merah Putih dapat menjadi fondasi bagi pembangunan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Dengan memperpendek rantai pasok, koperasi desa tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga membantu menekan inflasi dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Ia menilai keberhasilan program tersebut akan menjadi teladan bagi transformasi ekonomi berbasis kerakyatan yang sesungguhnya.

Dalam konteks pembangunan nasional, Kopdes Merah Putih bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan sebuah strategi besar yang mengembalikan kekuatan ekonomi ke tangan rakyat. Program tersebut menunjukkan arah pembangunan yang menitikberatkan pada desa sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.

Tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran mencatatkan capaian penting melalui program ini. Dengan target pertumbuhan ekonomi 8 persen, Kopdes Merah Putih diproyeksikan menjadi mesin penggerak utama ekonomi desa. Pemberdayaan masyarakat melalui koperasi menciptakan lapangan kerja, mengurangi ketimpangan, dan memperkuat kemandirian ekonomi lokal.

Transformasi desa yang digerakkan Kopdes Merah Putih menjadi penanda era baru pembangunan Indonesia: desa bukan lagi sekadar objek pembangunan, melainkan subjek utama kemajuan bangsa. Program ini memperlihatkan bahwa revolusi ekonomi tidak selalu dimulai dari kota besar—ia justru tumbuh dari desa, dari rakyat, untuk rakyat. (*)
Pengamat Kebijakan Publik

More From Author

Rumah Subsidi Lebih Luas dan Layak Wujud Nyata Pemerataan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo Gibran

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *